Masyarakat Tak Sanggup Menabung, LPS: Konsumen Terkapar oleh Biaya Pendidikan dan Utang
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat Indeks Menabung Konsumen (IMK) pada Mei 2025 mengalami penurunan signifikan. IMK tercatat di level 79,0 atau turun 4,4 poin dibandingkan bulan sebelumnya.
Pelemahan ini sejalan dengan penurunan dua komponen utama IMK, yakni Indeks Waktu Menabung (IWM) yang turun 1,7 poin menjadi 92,9 dan Indeks Intensitas Menabung (IIM) yang anjlok 7,1 poin ke level 65,1.
Direktur Grup Riset LPS, Seto Wardono, mengatakan tren ini menunjukkan pelemahan pada niat dan kemampuan menabung konsumen.
“Hal ini antara lain berhubungan dengan pengeluaran rumah tangga yang lebih tinggi untuk pendidikan selama masa penerimaan siswa baru dan jelang dimulainya tahun ajaran baru. Selain itu, juga terdapat peningkatan jumlah responden yang mengurangi tabungannya untuk membayar cicilan utang,” ujar Seto dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (3/6/2025).
LPS mencatat, 30,3% responden dalam Survei Konsumen dan Perekonomian (SKP) menyatakan tidak pernah menabung, meningkat dari 29,3% pada April 2025. Selain itu, 56,7% responden menyatakan jumlah yang ditabung lebih kecil dari rencana, naik dari 49,1% pada bulan sebelumnya.
Meskipun persentase responden yang menganggap saat ini sebagai waktu yang tepat untuk menabung naik menjadi 29,0% dari 27,9% pada April, keyakinan terhadap waktu menabung dalam tiga bulan mendatang justru turun ke 39,8% dari sebelumnya 42,3%.
Dari sisi kelompok pendapatan rumah tangga (RT), penurunan IMK terjadi di semua segmen. Kelompok berpendapatan hingga Rp1,5 juta/bulan mencatat penurunan terbesar sebesar 12,5 poin. Penurunan IMK juga dialami RT dengan pendapatan Rp1,5 juta–Rp3 juta (turun 3,0 poin), Rp3 juta–Rp7 juta (turun 7,2 poin), dan kelompok berpendapatan di atas Rp7 juta/bulan (turun 1,1 poin), meski masih berada di atas level 100.
Selain IMK, LPS juga mencatat pelemahan pada Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK). IKK pada Mei 2025 berada di angka 99,7, turun 3,4 poin dibandingkan April. Penurunan ini dipicu oleh melemahnya persepsi terhadap kondisi ekonomi lokal dan ketersediaan lapangan kerja.
“Meskipun demikian, ekspektasi positif konsumen terhadap prospek ekonomi dan pendapatannya pada masa mendatang masih terjaga,” imbuh Seto.
Dua komponen utama IKK yakni Indeks Situasi Saat Ini (ISSI) dan Indeks Ekspektasi (IE) juga menunjukkan pelemahan. ISSI turun dari 81,9 menjadi 79,4, sementara IE melemah ke level 114,9 dari 118,9 pada bulan sebelumnya.
Seto menambahkan, penurunan IKK juga dipengaruhi oleh faktor musiman dan gangguan cuaca. “Cuaca ekstrem yang melanda sejumlah wilayah menyebabkan banjir dan kerusakan infrastruktur umum. Hal ini terlihat pada turunnya IKK di wilayah-wilayah yang terdampak cuaca ekstrem dan banjir,” katanya.
Ia juga menyebut kenaikan harga sembako, sulitnya lapangan kerja, serta kegagalan panen dan turunnya harga jual hasil panen sebagai faktor tambahan yang menekan kepercayaan konsumen.
Dari sisi kelompok pendapatan, IKK turun pada seluruh segmen RT. Penurunan tertinggi terjadi pada kelompok RT berpendapatan di atas Rp7 juta/bulan sebesar 14,6 poin. Disusul kelompok berpendapatan hingga Rp1,5 juta/bulan yang turun 8,8 poin, kelompok Rp3 juta–Rp7 juta turun 2,8 poin, dan kelompok Rp1,5 juta–Rp3 juta turun 2,1 poin. Meski demikian, IKK kelompok pendapatan di atas Rp3 juta masih bertahan di atas level 100, mencerminkan optimisme yang masih terjaga.
IMK merupakan indikator niat dan kemampuan konsumen dalam menabung, dengan level di atas 100 menunjukkan kondisi yang baik. Indeks ini terdiri dari IIM yang mencerminkan intensitas dan kemampuan menabung serta IWM yang mengukur persepsi terhadap waktu menabung.
Sementara IKK menunjukkan persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi, lapangan kerja, dan pendapatan rumah tangga. Level IKK di atas 100 mengindikasikan optimisme terhadap kondisi ekonomi saat ini maupun enam bulan mendatang.